Formulir Kontak

 

PENANGANAN SAMPAH DI PULAU DERAWAN DALAM RANGKA PELESTARIAN PENYU HIJAU SEBAGAI TOLOK UKUR KESEIMBANGAN EKOSISTEM

ABSTRAK
          Pulau Derawan merupakan salah satu dari beberapa Pulau yang ada di kota Berau diantaranya adalah Pulau Sangalaki (Pulau telur), Pulau Maratua, Pulau Kakaban, dan Pulau Bilangan yang memiliki populasi penyu hijau cukup banyak. Sejak tahun 1970, penyu hijau adalah biota laut yang paling dominan diantara biota laut lainnya, seperti terumbu karang, bulu babi, ikan, dan bintang laut.
          Keseimbangan Ekosistem dipengaruhi oleh interaksi antarkomponen biotik dan abiotik. Apabila salah satu komponen  ekosistem mengalami gangguan maka akan berdampak pada keseimbangan ekosistem tersebut. Parameter ini dapat dilihat dari adanya penurunan jumlah populasi salah satu biota laut yang dominan pada ekosistem tersebut.
          Perubahan fungsi Pulau Derawan yang awalnya sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat parawisata bahari sangat mempengaruhi keberadaan penyu hijau. Selain itu, kesadaran masyarakat Pulau Derawan dalam menjaga lingkungan sangat rendah sehingga ekosistem biota laut khususnya penyu hijau terganggu.  Dalam hal ini keberadaan penyu hijau berbanding terbalik dengan jumlah masyarakat yang berada di Pulau Derawan. Karena semakin banyak jumlah masyarakat, maka presentase pencemaran lingkungan semakin meningkat, sehingga jumlah populasi penyu hijau sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan ini menurun, sehingga hampir dapat dipastikan bahwa ekosistemnya akan mengalami kerusakan.
          Pencemaran lingkungan akuatik di Pulau Derawan disebabkan oleh sampah-sampah organik maupun anorganik hasil dari aktivitas masyarakat sekitar. Untuk mencegah punahnya populasi akuatik yang dominan di Pulau Derawan karena hal tersebut, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan, yakni dengan memanfaatkan perkembangbiakan bakteri atau mikroorganisme lainnya untuk menguraikan sampah organik. Sedangkan untuk kasus sampah anorganik, dapat diatasi dengan menerapkan sistem sanitary landfill, pulverization, atau incineration.






BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pulau Derawan merupakan salah satu pulau yang terkenal akan keanekaragaman ekosistem bawah lautnya. Pulau ini terletak di salah satu gugus pulau yang berada di Kota Berau. Gugus pulau ini terdiri atas beberapa pulau, yaitu Pulau Sangalaki (Pulau Telur), Pulau Maratua, Pulau Bilangan, Pulau Kakaban, dan Pulau Derawan.
Karena terkenal akan keindahan dan keanekaragaan ekosistem bawah lautnya, banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung. Hal ini tentunya akan memberikan dampak pada keadaan Pulau Derawan, terutama dalam masalah penanganan sampah.
Semakin banyaknya kunjungan wisatawan, ditambah kebiasaan penduduk sekitar yang membuang sampah tidak pada tempatnya, maka masalah sampah menjadi satu hal yang harus dipikirkan secara serius. Jika tidak, tentu volume sampah akan terus bertambah sehingga mengganggu keindahan pulau serta organisme yang tinggal di sana. Biota laut seperti penyu hijau akan kehilangan habitatnya karena tercemar, sehingga lama-kelamaan spesies tersebut akan punah.

1.2         Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas yang meneliti tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem, dapat disimpulkan rumusan masalahnya antara lain sebagai berikut.
1.      Mengapa penyu hijau dijadikan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem  akuatik di Pulau Derawan?
2.      Apa dampak negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari?
3.      Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang timbul akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari?
1.3         Hipotesis
Adapun hipotesis penulis terhadap rumusan masalah tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem di atas antara lain.
1.      Adanya perbedaan keanekaragaman  khususnya pada ekosistem bawah laut di setiap pulau yang ada di Kepulauan Derawan dikarenakan setiap pulau memiliki tingkat niche (relung) yang berbeda, yang kemudian membawa karakteristik tersendiri pada keanekaragaman  yang ada di sebuah pulau. Penyu hijau dipilih sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan karena penyu hijau merupakan spesies endemik yang harus dilindungi. Jika spesies ini punah, maka keberlangsungan ekosistem  akuatik di Pulau Derawan akan terganggu.

2.      Dampak negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari yakni meningkatnya volume sampah. Maka muncullah permasalahan penanganan sampah organik maupun anorganik yang kemudian mempengaruhi keberlangsungan serta keseimbangan ekosistem akuatik yang ada di Pulau Derawan.
3.      Dengan meningkatnya volume sampah yang dihasilkan tidak hanya oleh warga sekitar, namun juga para wisatawan, tentunya ada tindakan yang harus dilakukan. Sebagai contoh, bakteri dapat dimanfaatkan untuk menguraikan sampah-sampah organik. Sementara untuk sampah anorganik, dapat dilakukan berbagai upaya seperti sanitary landfill, pulverization, atau incineration.
1.4     Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini antara lain sebagai berikut.
1.      Untuk menguraikan penyebab penyu hijau dijadikan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem  akuatik di Pulau Derawan.
2.      Untuk mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari.
3.      Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan yang timbul akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari.

1.5     Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini antara lain sebagai berikut.
1.     Sebagai sarana penambah wawasan tentang spesies endemik, khususnya penyu hijau.
2.     Sebagai sarana untuk mensosialisasikan cara atau metode dalam mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan khususnya di pulau terpencil.
3.     Sebagai sarana untuk menginformasikan betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
4.     Sebagai kritik sosial kepada pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur terutama dalam pengelolaan sampah di pulau-pulau terpencil.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

          Jenis penyu di dunia ada 7 jenis dan 6 di antaranya berada di Indonesia. Sementara jenis yang biasa ditemukan di Kepulauan Derawan ada 2 jenis, yaitu jenis penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Penyu hijau di Pulau Derawan dijadikan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan, sehingga penting untuk melakukan pelestarian terhadap organisme satu ini.
          Pelestarian sendiri berasal dari kata “lestari” yang berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan kekal. Kemudian mendapat tambahan pe dan akhiran an, menjadi pelestarian yang berarti proses, cara, perbuatan melestarikan; perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan, pengawetan, konservasi; pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan manjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.[1]
          Sedangkan ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.[2] Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem berfungsi jika ada Rantai Makanan.[3]
          Keseimbangan ekosistem akuatik Pulau Derawan dapat terganggu apabila terdapat gangguan, seperti pencemaran air. Pencemaran tersebut umumnya disebabkan oleh menumpuknya sampah-sampah di pantai dan laut Pulau Derawan. Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dan sebagainya.[4]
          Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakanlimbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada menfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup. Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya.[5]
          Secara umum, sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar[6].
            Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik berupa produk sinterik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik ialah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati baik berupa produk sinterik maupun hasil prosses teknology pengelolahan bahan tambang atau sumber daya alam dan tidak dapat diuraikan oleh alam, Contohnya: botol plastik, tas plastik, kaleng.[7]
            Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda-beda, di antaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.[8]
            Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan tujuan untuk mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis dan mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Adapun metode yang digunakan yakni berupa metode pembuangan dengan penimbunan darat, metode daur ulang dengan pengolahan secara fisik maupun biologis, dan metode penghindaran dan pengurangan.[9]
            Pendidikan dan kesadaran di bidang pengelolaan limbah dan sampah yang semakin penting dari perspektif global dari manajemen sumber daya. Pernyataan yang Talloires merupakan deklarasi untuk kesinambungan khawatir dengan skala dan belum pernah terjadi sebelumnya kecepatan dan degradasi lingkungan, dan penipisan sumber daya alam. Lokal, regional, dan global polusi udara; akumulasi dan distribusi limbah beracun, penipisan dan kerusakan hutan, tanah, dan air; dari penipisan lapisan ozon dan emisi dari "rumah hijau" gas mengancam kelangsungan hidup manusia dan ribuan lainnya hidup spesies, integritas bumi, keanekaragaman hayati, dan warisan dari generasi masa depan.[10]
           


         



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1         Jenis Penelitian
Dalam penelitian tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Adapun data yang disajikan oleh peneliti yakni berupa short movie, foto-foto, dan file dokumen.

3.2         Sampel Penelitian
Dalam penelitian tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini peneliti mengambil beberapa narasumber dari warga setempat sebagai sampel untuk mengumpulkan data.

3.3         Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengadakan observasi langsung di Pulau Derawan, khususnya di kawasan pantai. Peneliti juga mengadakan wawancara dengan beberapa narasumber yang terdapat di sekitar tempat observasi tersebut.

3.4         Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini berupa daftar pertanyaan yang digunakan dalam wawancara, kamera sebagai alat dokumentasi penelitian, dan peralatan snorkling untuk mengobservasi keadaan sekitar laut.

3.5         Prosedur Penelitian
Penelitian mengenai Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem memiliki langkah-langkah penelitian antara lain sebagai berikut.
1.        Menentukan topik dan permasalahan yang akan diteliti.
2.        Menemukan sumber teori atau referensi terkait.
3.        Menyusun daftar pertanyaan dalam wawancara.
4.        Pemilihan narasumber dipilih secara acak dari penduduk Pulau Derawan tersebut.
5.        Wawancara dilakukan kepada beberapa orang penduduk dengan jangka waktu yang bervariasi.
6.        Hasil dari wawancara tersebut di seleksi dan menjadi sumber utama dalam penelitian ini.

3.6         Keterbatasan Penelitian
Selama melakukan penelitian mengenai Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam Rangka Pelestarian Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem, ada beberapa hal yang menghambat jalannya, di antaranya adalah.
1.        Kurangnya  sumber data yang diperlukan dalam studi literatur
2.        Waktu penelitian yang terbatas, sehingga peneliti tidak dapat mengadakan penelitian verifikatif.
3.        Cuaca yang tidak mendukung keberlangsungan penelitian.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
         
4.1     Keadaan Umum Kepulauan Derawan
          Kepulauan Derawan adalah sebuah kepulauan yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Di kepulauan ini terdapat sejumlah obyek wisata bahari, salah satunya Taman Bawah Laut yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia. Ada empat pulau yang terkenal di kepulauan tersebut, yang meliputi Pulau Kakaban, Maratua, Sangalaki dan Derawan sebagai habitat satwa langka yakni penyu hijau.
Pulau Kakaban merupakan salah satu dari gugus pulau dari Kepulauan Derawan. Sedikit berbeda dengan Pulau Derawan, Pulau Kakaban memiliki taman bawah laut yang tak kalah indah dari Pulau Derawan. Selain itu, hal yang membedakannya dengan pulau yang lain yaitu terdapat danau yang luas ditengah pulaunya. Pada danau inilah kita dapat menemukan salah satu spesies dari coelenterata yaitu ubur-ubur. Berbeda dengan ubur-ubur yang kita temui di tempat lain, ubur-ubur pada danau ini merupakan ubur-ubur yang tidak menyengat dan pada danau ini akan banyak kita temui jenis alga yang bersimbiosis dengan ubur-ubur tersebut. Selain taman lautnya yang indah pulau ini juga memiliki memiliki hutan yang masih asri dan asli.
          Pulau Maratua terkenal akan taman bawah lautnya yang indah. Tidak hanya itu, Pulau Maratua juga memiliki keunikan lain, yakni pada pulau ini terdapat karang atau seperti gunung karang yang dapat ditumbuhi oleh berbagai tanaman seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Beberapa petani memanfaatkan fenomena ini dan terus bisa mempertahankan hidupnya.
            Pulau Sangalaki memiliki lagon dangkal berdasar pasir dan ditumbuhi oleh karang dan lamun.. Di perairan sekitarnya terdapat taman laut dan terkenal sebagai wisata selam (diving). Terdapat beraneka ragam biota laut di sini, yang terkenal adalah ikan pari manta. Ikan ini biasa berkelompok di perairan pulau ini dan dapat berkumpul hingga 20 ekor pari pada saat terang bulan. Mereka menuju ke pulau ini untuk mencari makan berupa bermacam-macam jenis plankton yang banyak terdapat di perairan ini.
          Pulau Derawan merupakan maskot dari Kepulauan Derawan. Pulau Derawan juga merupakan pusat tempat wisata bahari yang sangat indah. Karena itu, terdapat banyak tempat penginapan di pulau ini. Adapun alasan penduduk lebih memilih tinggal di Pulau Derawan, yaitu:
a.         Letak yang strategis dengan pelabuhan dari Kota Berau sehingga akan mempermudah kedatangan wisatawan.
b.        Pulau ini memiliki tanah berpasir yang subur untuk ditumbuhi tanaman seperti sayur-sayuran dan buah-buahan seperti pisang.
c.         Berbeda dengan pulau-pulau yang lainnya, Pulau Derawan merupakan satu-satunya pulau dari gugus pulau yang berada di Kepulauan Derawan yang memiliki air tawar. Hal ini terjadi karena sekitar tahun 1950-an, di Pulau Derawan terjadi banjir rob yang cukup besar dan menggenangi hampir seluruh pulau. Sejak kejadian tersebut, air tanah yang pada awalnya terasa asin berubah menjadi tawar dan hal ini sangat menguntungkan masyarakat.
d.        Selain itu, sejarah datangnya penduduk di pulau ini tidak dapat dipisahkan dari alasan mengapa penduduk lebih banyak tinggal di Pulau Derawan. Pada tahun 1930-1940-an, suku Bajo dari Pulau Sulawesi dan dan suku Bajo dari Malaysia datang ke Pulau Derawan dan menetap hingga saat ini.

4.2     Penyu Hijau Sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem
          Penyu hijau banyak ditemukan di Pulau Derawan dijadikan sebagai tolok ukur karena penyu hijau merupakan spesies endemik atau langka yang hanya terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya Kepulauan Derawan.
Berkurangnya populasi penyu hijau yang berperan penting dalam keseimbangan ekosistem  akuatik di Pulau Derawan disebabkan oleh beberapa faktor yakni penangkapan penyu hijau secara ilegal, pemanfaatan telur yang melampaui batas dan yang paling utama adalah dalam permasalahan sampah di Pulau Derawan. Sampah-sampah tersebut merupakan limbah rumah tangga penduduk yang tinggal di pulau tersebut. Selain itu, wisatawan yang makin hari makin banyak berkunjung tentunya meninggalkan sampah yang tidak sedikit.
Pulau Derawan belum memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sendiri, sehingga penduduk dan wisatawan yang ada cenderung membuang sampah di pinggir pantai. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pencemaran pantai dan laut. Jika hal ini dibiarkan berlanjut tanpa penanganan yang serius, tentunya dapat mengganggu ekosistem pantai Derawan yang merupakan habitat penyu hijau.
Contoh nyata adalah pembuangan limbah plastik oleh warga yang tinggal di pemukiman sekitar pantai. Sampah-sampah plastik yang menyerupai ubur-ubur akan dimakan oleh penyu hijau, dan plastik yang telah dimakan oleh penyu hijau tersebut akan mengganggu sistem pencernaannya, sehingga menyebabkan penyu hijau tersebut mati.
Contoh lain yaitu pembuangan limbah deterjen langsung ke laut. Limbah deterjen tersebut akan mencemari laut dan menyebabkan ikan-ikan mati, termasuk ikan kecil yang menjadi makanan penyu hijau. Bila peristiwa ini terjadi terus menerus, maka jumlah populasi ikan kecil akan menurun, dan secara tidak langsung menyebabkan populasi penyu hijau ikut menurun. Keseimbangan ekosistem di Pulau Derawan akan terganggu seiring dengan menurunnya jumlah penyu hijau yang menjadi salah satu komponen biotik pada ekosistem ini.

4.3     Dampak Negatif dari Perubahan Fungsi Pulau Derawan
          Pulau Derawan awalnya difungsikan sebagai tempat konservasi penyu hijau, tepatnya di Pulau Sangalaki. Sehingga secara tidak langsung Pulau Derawan menjadi habitat alami bagi spesies langka dan dilindungi ini. Hal terasebut menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan untuk mengunjungi pulau ini, di samping keindahan alam bawah lautnya. Pada akhirnya, Pulau Derawan yang awalnya menjadi habitat alami penyu hijau yang berperan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem, berubah fungsi menjadi lokasi wisata bahari.
          Dari segi ekonomi, tentunya hal ini membawa dampak positif karena membawa keuntungan tersendiri untuk kesejahteraan ekonomi penduduk setempat. Namun, datangnya para wisatawan ke pulau Derawan juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah permasalahan penanganan sampah. Wisatawan yang tidak memiliki rasa peduli terhadap lingkungan bisa saja membuang sampah di wilayah pantai Derawan. Hal ini justru diperparah oleh beberapa warga setempat, yang juga membuang sampah tidak pada tempatnya.
Pencemaran pantai dan laut yang ada di Pulau Derawan umumnya disebabkan oleh sampah rumah tangga dan sampah dari para wisatawan. Meski saat ini kawasan pantai Derawan masih tergolong bersih, ada baiknya jika dilakukan usaha pencegahan dan pengambilan tindakan untuk sampah-sampah yang mulai tersebar di sana.

4.4         Penanganan Dampak Negatif dari Perubahan Fungsi Pulau Derawan
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk melakukan “pembersihan”  Pulau Derawan. Hal ini dilakukan untuk mencegah pencemaran pantai dan laut Derawan, yang mana merupakan habitat alami penyu hijau.
Sampah yang merupakan penyebab dari pencemaran lingkungan akuatik di Derawan dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik dan anorganik. Tindakan yang dilakukan untuk menangani kasus dari dua jenis sampah tersebut tentu berbeda. Sampah organik seperti ranting kering, daun, batang kayu, limbah rumah tangga, dan sebagainya dapat ditangani dengan memanfaatkan mikroorganisme. Sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kain, kaleng, dan sebagainya ditangani dengan menggunakan metode sanitary landfill, pulverization, atau incineration.

4.4.1   Penanganan untuk Sampah Organik
Di beberapa lokasi di Pulau Derawan ditemukan kumpulan sampah organik seperti ranting kering, dedaunan, serta limbah rumah tangga. Sampah organik seperti yang disebutkan di atas merupakan jenis sampah yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme.
Bakteri yang dapat digunakan untuk menguraikan sampah-sampah organik dinamakan EM (Effective Microorganisms). Di dalam EM terdapat sekitar 80 genus mikroorganisme fermentor. Mikroorganisme ini dipilih karena dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik.



Adapun kandungan mikroorganisme utama dalam EM yaitu.
1.      Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.)
Bakteri ini mandiri dan swasembada, membentuk senyawa bermanfaat (antara lain, asam amino, asam nukleat, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan) dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus bertambah.
2.      Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.)
Dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer) mikroorganisme yang merugikan, oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan atau tanaman yang terus menerus ditanami.
3.      Bakteri asam laktat ( Lactobacillus sp.)
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
4.      Actinomycetes
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama meningkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.
5.      Jamur Fermentasi (Aspergillus dan Penicilium)
Jamur fermentasi menguraikan bahan secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya. Tiap spesies mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing, tetapi yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroorganisme lain hasil dari fermentasi sampah organik.

4.4.2    Penanganan untuk Sampah Anorganik
Sampah-sampah anorganik yang ditemukan di pantai Derawan antara lain adalah plastik, botol, kaleng, dan sebagainya.
Karena sulit diuraikan oleh bakteri atau mikroorganisme lainnya, maka tindakan yang dapat diambil untuk menangani kasus sampah anorganik ini ada tiga, yaitu sanitary landfill (penimbunan tanah secara sehat), pulverization (penghancuran), dan incineration (pembakaran sampah). Pulau ini tidak memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan memang tidak memungkinkan untuk membuat TPA di pulau ini. alasannya karena pulau tersebut tidak memiliki area yang cukup luas.
Sanitary landfill adalah istilah dalam bahasa Inggris yang bermakna tempat pemusnahan sampah yang berupa cekungan atau tanah yang digali dan digunakan untuk menimbun sampah. Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran yang berfungsi sebagai saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Pada sanitary landfill juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas hasil penguraian sampah.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menerapkan sistem Sanitary Landfill, yaitu Trench Method dan Area Method.

a.             Trench Method
Sebuah trench (parit) digali di bawah permukaan tanah dan sampah ditempatkan dalam parit dan ditutup. Cara lain yaitu dua buah parit digali sekaligus, kemudian sampah diisikan pada salah satu parit dan lumpur dari salah satu lubang galian digunakan sebagai material penutup.
 









Gambar 4.5.2.1 Sanitary Landfill Trench Method

b.            Area Method
Jika lokasi landfill terletak di bawah tanjakan seperti lembah atau ngarai. Juga, metode ini digunakan apabila lokasi landfill lebih tinggi dari tempat lain yang ada di sekitarnya.








Gambar 4.5.2.2 Sanitary Landfill Area Method
Meskipun cara ini sangat menguntungkan karena menghilangkan polusi sampah, namun sistem ini kurang bisa diterapkan di Pulau Derawan karena Pulau Derawan tidak memiliki area yang cukup luas untuk menimbun sampah-sampah tersebut.
Sedangkan dalam pengolahan sampah secara pulverization atau penghancuran sampah, sampah dihancurleburkan menjadi potongan kecil sehingga lebih ringkas dan juga dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah serta dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran. Penghancuran sampah dilakukan di dalam mobil pengumpulan sampah yang dilengkapi dengan alat pelumat sampah.
Sama seperti kasus sanitary landfill, area yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan sampah dengan metode pulverization (penghancuran sampah) tidak tersedia.
Salah satu upaya lain yang bisa dilakukan untuk menangani masalah sampah anorganik di Pulau Derawan adalah incineration atau pembakaran sampah. Incineration adalah metode penghancuran limbah organik dengan melalui pembakaran dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitarnya. Incineration dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas. Namun, gas yang dihasilkan dari proses ini terlebih dahulu dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer sehingga pencemaran udara bisa dikurangi.
Saat ini, salah satu upaya yang bisa ditempuh sebagai solusi sementara penanganan sampah di Pulau Derawan adalah melakukan pembakaran sampah dengan menggunakan peralatan seperti incinerator. Dengan peralatan pembakaran sampah tersebut, volume sampah dapat dikurangi. Sehingga sampah tidak lagi harus dikirim ke Tanjung Batu, Karenanya, dia juga berharap instansi terkait untuk membantu pengadaan alat incinerator tersebut di Pulau Derawan.



BAB V
PENUTUP

5.1     Kesimpulan
          Perubahan fungsi dari suatu wilayah dapat menyebabkan penururnan biodiversitas penyusun ekosistem di wilayah tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari perubahan fungsi utama yang terjadi di Pulau Derawan. Yang pada awalnya berfungsi sebagai tempat konservasi alami penyu, sekarang beralih menjadi tempat wisata bahari. Hal ini tentunya dapat menyebabkan berbagai masalah, di antaranya adalah volume sampah yang makin meningkat. Tanpa disertai tindakan yang berarti, tentu hal ini menjadi masalah bagi kelestarian alam Derawan tersebut.
          Perubahan fungsi yang terjadi di Pulau Derawan ini menyebabkan salah satu dari biodivesitas penyusun ekosistem tersebut yakni penyu hijau terganggu sehingga angka harapan hidup dari penyu hijau tersebut menurun, akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan pada keberlangsungan rantai maupun jaring-jaring makanan. Perubahan pada jaring-jaring makanan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem yang ada di Pulau Derawan tersebut. Dari fenomena ketidakseimbangan ini akhirnya membuat penurunan pada keanekaragaman  akuatik di Pulau Derawan yang signifikan.

5.2       Saran
          Dalam masalah kebersihan lingkungannya, pemerintah diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk pembersihan lingkungan seperti penyediaan tempat pembuangan akhir dan pengolahan sampah organik maupun sampah anorganik. Sampah anorganik seperti plastik yang tercemar ke laut akan membawa dampak terhadap penyu hijau. Masyarakat juga diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam menangani masalah pengolahan sampah ini, seperti mengolah sampah yang ada menjadi suatu kerajinan tangan yang inovatif, indah dan bermanfaat. Diberlakukan peraturan bagi wisatawan agar tetap menjaga kebersihan laut maupun daerah sekitar pantai.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. 3 Orang Bersihkan 44,6 Hektare : Derawan Kewalahan Atasi Sampah. [online] Available at: <http://nawasis.com/3/post/2012/11/3-orang-bersihkan-446-hektarederawan-kewalahan-atasi-sampah.html> [Accessed 16 September 2013].

Anonim, 2012. Derawan, Bagaikan Mawar Yang Tumbuh di Lumpur!. [online] Available at: <http://marinebuddies.net/2012/04/20/derawan-bagaikan-mawar-yang-tumbuh-di-lumpur/> [Accessed 10 September 2013].

Anonim, 2013. Pengelolaan Sampah. [online] Available at: <http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah#Tujuan> [Accessed 19 September 2013].

Hogantara, Fajar Rizky, 2013. Efektive Mikro Organisme (EM-4). [online] Available at: <http://fajarrizkyashtercytin.wordpress.com/2013/03/31/04-efektive-mikro-organisme-em-4/> [Accessed 16 September 2013].

Krisno, Agus, 2012. Peran Mikroorganisme dalam Pembusukan Sampah Organik. [online] Available at: <http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/06/peran-mikroorganisme-dalam-pembusukan-sampah-organik/> [Accessed 10 September 2013].

Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply